Searching...
Saturday, April 22, 2017
4:26 AM 0

KEFIR: A NEW ROLE AS NUTRACEUTICALS

Nutraceutical is the fusion of “nutrition” and pharmaceutical”. This products, in broad, are food or part of food that provides medical or health benefits including the prevention and or treatment of a disease. Kefir is renowned nutraceutical dairy products produced through fermentation of bacteria and yeasts and naturally present in grains of kefir. The nutritional attributes are due to presence of vital nutrients such as carbohydrates, amino acids, proteins, minerals, phosphorus, vitamin, calcium, and certain biogenic compounds. Intestinal immunity, antimicrobial, anticarcinogenic, hypocholesterolemic effect, antibiabetic, effect on blood pressure level, antioxidant, wound healing, and lactose intoleran can be achieved using this products. The purpose of this review is to gather information about composition, methods of production, and therapeutic properties of kefir products to provide justification for its consumption. This review confirms that kefir can be a new role of nutraceutical products.

http://journal.uii.ac.id/index.php/JKKI/article/view/7114

4:24 AM 0

Gambir (Uncaria gambir Roxb) as Natural Cosmeceutical Agent

Uncaria gambir contains varying amounts of polyphenols, mainly catechins. Catechin has a photo-protection activity which can be applied as sunscreen. The future goal of this cosmeceutical product is to prevent skin photo-damaging by UV-radiation.

http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_21_250Analisis-Gambir-Uncaria%20gambir%20Roxb%20as%20Natural%20Cosmeceutical%20Agent.pdf
Wednesday, July 6, 2016
10:25 PM 0

Pemanfaatan Ekstrak Terstandardisasi Daun Som Jawa (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn) Dalam Sediaan Krim Antibakteri Staphylococcus aureus

Infectious diseases have been the leading cause of morbidity and mortality because of the widespread antibacterial resistance due to existing drugs. Thus, the discovery and development of new antimicrobial agents, especially from natural resources is important to promote the human health. This research aimed to examine the antibacterial activity of som jawa (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn.) standardized extract thus their application into cream. Extraction was done by remaceration method, then followed by phytochemical investigation to obtain the active ingredients inside extract. The result of this research showed that both som jawa standardized extract and their formula cream had antibacterial activity towards Staphylococcus aureus. This formula cream was potential as alternative herbal medicine for skin infection caused by Staphylococcus aureus.



Keywords: Som Jawa (Talinum paniculatum (Jacq.) Gaertn), antibacterial, cream

Link: http://e-journal.usd.ac.id/index.php/JFSK/article/view/139
Wednesday, May 4, 2016
4:36 AM 0

Review article about Cosmeceutical


I'm so interested in a new development of pharmacy. Many researchers have reported their studies, one of them is about Cosmeceutical. This term is a fusion of “cosmetic” and “pharmaceutical”, represent one of the most promising, yet challenging treatment options available to physicians. 
Cosmeceutical was defined as a cosmetic product that exerts a pharmaceutical therapeutic benefit but not necessarily a biologic therapeutic benefit. Currently, available cosmeceutical agents exert their effects through a variety of mechanisms, acting on keratinocytes, fibroblasts, as well as melanocytes. Based on the description above, Collagen is potential to be used as cosmeceutical. Therefore, I make a review article which has been published in Journal of Pharmaceutical Sciences and Community, Sanata Dharma University, Yogyakarta. 
Here are the abstract and link article. 
Happy reading all....

Abstract
Collagen is the most abundant protein of white connective tissue, comprising approximately 30% of total animal protein. This is a fibrous protein which give strength and flexibility in the tissue and bone, also playing an important role for skin and tendon. The utilization of collagen from fish scales waste become an alternative for medication (pharmaceutical), and daily care as cosmetic, which known by cosmeceutical. Nanotechnology application can be completing of cosmeceutical, not only for cure, but also for daily treatment using an wasted materials changed into beneficial product to be developed.
Keywords: collagen, fish scales waste, cosmeceutical


Sunday, November 8, 2015
5:42 AM 2

Formulasi Sediaan Oral dan Topikal Ekstrak Tectona grandis Linn (Part 3)


Study of Wound Healing Activity of Tectona grandis Linn. Leaf Extract on Rats (Varma dan Giri, 2013)

 Formula
Pembuatan krim untuk pengobatan luka bakar dibuat dengan formula sebagai berikut:
Basis krim terdiri atas:
• Soft paraffin - 85 g
• Hard paraffin - 10 g
• Fat - 5 g.

Krim luka bakar Tectona grandis Linn dibuat dalam dua bentuk sediaan, yakni
1)   Krim konsentrasi 5%
R/    Ekstrak Tectona grandis Linn.            5%
Basis krim                                           95%
2)   Krim konsentrasi 10%
R/    Ekstrak Tectona grandis Linn.            10%
        Basis krim                                           90%
Fungsi Bahan dalam Formula
Krim luka bakar ekstrak Tectona grandis Linn. merupakan formula krim E45 yang terdiri dari soft parafin, hard parafin, dan fat (lanolin). Adapun fungsi masing-masing bahan adalah sebagai berikut:
a.    Soft parafin/ parafin lunak = emolien (melunakkan lapisan kulit)
b.    Hard parafin/ parafin padat = membentuk konsistensi setengah padat.
c.    Fat/ lanolin = untuk meningkatkan daya serap ekstrak ke dalam lapisan kulit.
Alasan Penambahan Bahan pada Formula
a.    Soft parafin/ parafin lunak = emolien (melunakkan lapisan kulit)
Soft parafin bukan merupakan bahan aktif, melainkan sebagai bahan pembawa (basis) yang bekerja sebagai pelembab/ moisturizer dengan menghasilkan lapisan berminyak sehingga sewaktu dioleskan pada permukaan kulit akan mencegah penguapan air dari bagian stratum korneum di kulit.
Pada pengobatan luka bakar harus dikondisikan agar kulit tidak kehilangan air lebih banyak. Hal ini disebabkan karena pada saat terjadinya luka bakar terjadi penguapan air secara besar-besaran sehingga kulit menjadi kering. Oleh karena itu, untuk pengobatan luka bakar diperlukan basis yang mampu menjaga kandungan air di lapisan stratum korneum kulit dengan menggunakan bahan soft parafin ini.
b.    Hard parafin/ parafin padat
Penggunaan hard parafin dimaksudkan untuk membentuk konsistensi setengah padat sehingga krim dapat menempel pada permukaan kulit yang terbakar. Hard parafin juga digunakan sebagai penstabil agar sediaan krim tidak menurun konsistensinya pada saat dioleskan.
c.    Fat/ lanolin
Lanolin merupakan campuran dari adeps lanae (lemak bulu domba): air dengan perbandingan 75:25 yang berfungsi untuk menghantarkan ekstrak Tectona grandis Linn. menembus kulit karena lanolin termasuk dalam dasar salep serap
Pada proses penyembuhan luka bakar terdapat empat (4) tahap yang terdiri atas kontraksi, epitelisasi, granulasi, dan kolagenasi. Dengan menggunakan lanolin sebagai basis akan mempercepat proses kontraksi karena ekstrak dapat diserap masuk ke dalam lapisan stratum granulosum sehingga mempercepat proses perggantian sel/ epitelisasi. (Nayeem dan Karvekar, 2009: 410)
Metode Pembuatan Sediaan
Metode pembuatan krim dengan metode pelelehan karena hard parafin harus dilelehkan terlebih dahulu agar dapat dicampur dengan soft parafin, lanolin, dan ekstrak Tectona grandis Linn. Selain itu juga, dengan metode pelelehan akan menjamin terbentuknya basis krim yang halus, bebas dari butiran kasar sehingga sewaktu ditambah dengan ekstrak akan terbentuk sediaan krim yang homogen.
Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan krim terdiri atas uji penampakan (appearance), daya sebar, pH, tekstur, dan pemisahan fase yang dilakukan pada suhu berbeda (00C, 300C, 450C)  pada interval waktu 30, 60 dan 90 hari. Berikut adalah hasil evaluasi sediaan krim yang dibuat:

Penampakan (appreance). Berdasarkan pengujian stabilitas warna selama 30, 60 dan 90 hari didapatkan hasil bahwa sediaan krim cukup stabil pada penyimpanan suhu 00C dan 300C karena tidak terjadi perubahan warna. Sedangkan penyimpanan pada suhu 450C selama 90 hari terjadi perubahan warna membentuk kuning gelap.
Daya sebar. Pengujian daya sebar merupakan parameter kemampuan krim untuk mencapai area kulit yang lebih luas. Daya sebar diukur dengan meletakkan krim diantara dua lempeng kaca di mana semakin kecil waktu yang diperlukan bagi krim untuk menyebar diantara dua lempeng kaca, semakin baik penyebarannya. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin lama krim disimpan, semakin besar waktu yang diperlukan untuk menyebar.
Tekstur. Pengujian tekstur krim dilakukan untuk melihat apakah pada sediaan masih terdapat butiran halus yang menandakan sediaan tidak homogen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat butiran halus, baik pada suhu penyimpanan 00C, 300C, dan 450C selama 30, 60, dan 90 hari sehingga krim yang dihasilkan memiliki homogenitas yang baik.
pH. Pada pengujian ph didapatkan hasil nilai pH sediaan krim antara 5,95-6,36 yang memasuki pH normal kulit yakni 5,50-6,50. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa sediaan krim dapat meminimalkan iritasi pada kulit dan dapat diterima dengan baik di kulit. 
Pemisahan fase. Pada pengamatan sediaan krim tidak terjadi pemisahan fase pada penyimpanan suhu 00C dan 300C, sedangkan pada suhu 450C terjadi pemisahan fase setelah disimpan selama 90 hari. Hal ini berkorelasi dengan uji stabilitas warna yang mana pada suhu 450C selama 90 hari terjadi perubahan warna sehingga sebaiknya krim disimpan pada suhu < 450C. (Nayeem dan Karvekar, 2011: 50)
Selain pengujian fisik, krim juga diuji daya penyembuhan luka bakar pada punggung tikus. Berdasarkan pengujian, dihasilkan data bahwa diameter kulit yang dioles dengan krim ekstrak Tectona grandis Linn. konsentrasi 5% berbeda signifikan dengan diameter kulit yang tidak dioles apa-apa (kontrol negatif). Sedangkan krim dengan konsentrasi ekstrak 10% menunjukkan aktivitas yang lebih baik dengan hasil statistika yang berbeda sangat signifikan dengan kontrol negatif. Hal ini menandakan bahwa ekstrak 10% lebih baik aktivitas penyembuhannya dibandingkan ekstrak 5%. Perbedaan ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin besar kandungan senyawa fitokimia seperti tanin yang berkhasiat sebagai astringet yang mengecilkan pori-pori kulit yang terbakar sehingga mempercepat proses epitelisasi kulit yang terbakar. Data pengukuran diameter kulit dapat dilihat pada tabel di bawah (Varma dan Giri, 2013: 243).

Kesimpulan
Pada jurnal Varma dan Giri (2013) didapatkan hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak (10%) semakin baik aktivitasnya dalam proses kontraksi (pengecilan bagian kulit yang terbakar) dan epitelisasi (pergantian lapisan kulit yang terbakar dengan kulit baru) karena terkait dengan kandungan senyawa aktif dalam ekstrak yang semakin banyak. Aktivitas penyembuhan luka bakar ini didukung dengan penelitian Nayeem dan Karvekar (2011) yang menguji stabilitas fisik sediaan krim di mana krim stabil pada suhu penyimpanan < 45oC yang ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna dan pemisahan fase, daya sebar yang relatif konstan, nilai pH 5,95-6,36, serta tidak terdapat butiran kasar yang menandakan krim memiliki homogenitas yang baik. 

DAFTAR PUSTAKA
Ajala, Tolulope O. dan Odeku, Oluwatoyin A. 2012. Lubricant Properties Of Some Local Talc Deposits In South Western Nigeria. West African Journal of Pharmacy. Volume 23 (1): 77 – 83.
Bala, Rajni., Khanna, Sushil., dan Pawar, Pravin. 2012. Polymers in Fast Dissolving Tablet- A Review. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. Volume 5 (2): 8-14.
Kagalkar, Amrita A., Nanjwade, Basavaraj K., Bagli, R. S. 2014. Development and Evaluation of Herbal Fast Dissolving Tablets of Tectona grandis Linn. International Journal of Pharmaceutical Research and Review. Volume 3(1):6-14.
Kamel, S., Ali, N., Jahangir, K., Shah, S. M., El-Gendy, A. A. 2008. Pharmaceutical significance of cellulose: A review. eXPRESS Polymer Letters. Volume 2 (11): 758–778.
Khan, Mansoor A. 2012. Some Challenges in the Development of Pediatric Formulations. Food and Drug Administration Protecting and Promoting Public Health.
Khera, Neha dan Bhargava, Sangeeta. 2013. Phytochemical and Pharmacological Evaluation of Tectona grandis Linn. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Research. Volume 3 (5): 923-927.
Krishna, Mahesh S dan Nair A, Jayakumaran. 2010. Antibacterial, Cytotoxic and Antioxidant Potential of Different Extracts from Leaf, Bark and Wood of Tectona grandi. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Drug Research. Volume 2 (2): 155-158.
Kumar, Gannu Praveen., dan Nirmala, Rangu. 2009. Fundamental Aspects of Superdisintegrant: A Concise Review. Journal of Global Pharma Technology. Volume 4 (2): 1-12.
Li, Jinjiang dan Wu, Yongmei. 2014. Lubricants in Pharmaceutical Solid Dosage Forms. Polymers. Volume 2: 21-34.
Majumdar, Mrityunjoy. 2005. Evaluation of Tectona grandis Leaves for Wound Healing Activity. Thesis. Departement of Pharmacology. Krupadhini College of Pharmacy. Bangalore.
Mohamed, Malahah Binti., Talari, Mahesh Kumar., Tripathy, Minaketan., Majeed, Abu Bakar Abdul. Pharmaceutical Applications of Crospovidone: A Review. International Journal of Drug Formulation and Research. Volume 3 (1): 13-28.
Nayeem, Naira dan Karvekar. 2009. Preliminary Phytochemical Analysis and Wound Healing Activity of Various Extract of the Frontal Leaves of Tectona grandis Linn. Pharmacologyonline. Volume 2: 402-412.
________________________. 2011. Stability Studies and Evaluation of the Semi Solid Dosage Form of the Rutin, Quercitin, Ellagic Acid, Gallic Acid and Sitosterol Isolated from the Leaves of Tectona grandis for Wound Healing Activity. Archives of Applied Science Research. Volume 3 (1):43-51.
Rasheed, Arun., Kumar, Ashok., Sravanthi. 2008. Cyclodextrine as Drug Carrier Molecule: A Review. Scientia Pharmaceutica. Volume 76: 567–598.
Rowe, Raymond C., Sheskey, Paul C., Owen, Sian C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient Fifth Edition. USA: Pharmaceutical Press.
Siqueira, Gilberto., Bras, Julien., Dufresne, Alain. 2010. Cellulosic Bionanocomposites: A Review of Preparation, Properties and Applications. Polymers. Volume 2: 728-765.
Terinte, Nicoleta., Ibbett, Roger., Schusterl, Kurt Christian. 2011. Overview Native Cellulose and Microcrystalline Cellulose I Structure Studied by X-Ray Diffraction (WAXD): Comparison Between Measurement Technique. Lenzinger Berichte. Volume 89: 118-131.
Uzunović, Alija dan Vranić, Edina. 2007. Effect of Magnesium Stearate Concentration on Dissolution Properties of Ranitidine Hydrochloride Coated Tablets. Bosnian Journal of Basic Medical Sciences. Volume 7 (3): 279-283.
Varma, Sushilkumar., dan Giri, Sapna. 2013. Study of Wound Healing Activity of Tectona grandis Linn. Leaf Extract on Rats. Ancient Science of Life. Volume 32 (4): 241-244.



5:41 AM 0

Formulasi Sediaan Oral dan Topikal Ekstrak Tectona grandis Linn (Part 2)


Development and Evaluation of Herbal Fast Dissolving Tablets of Tectona grandis Linn. (Kagalkar dkk, 2014)

Formula
Formulasi sediaan tablet lepas cepat (Fast Dissolving Tablet) mengandung ekstrak akar Tectona grandis Linn. yang berkhasiat sebagai antidiabetes melitus. Ekstrak akar Tectona grandis Linn. disiapkan dalam bentuk serbuk dengan penambahan beta-cyclodextrin yang bertujuan untuk menyerap air dari dalam dan sekaligus menjaga agar ekstrak tidak menyerap air dari luar sehingga didapatkan serbuk kering Tectona grandis Linn. (Rasheed dkk, 2008: 568)
Serbuk kering Tectona grandis Linn. diformulasikan dalam sediaan tablet lepas cepat (Fast Dissolving Tablet) @ 500 mg dengan formulasi sebagai berikut:
R/    Ekstrak Tectona grandis Linn.            200 mg (40%)
      beta-cyclodextrin                                  200 mg (40%)
      Crospovidone                                      15 mg (3%)
      Sodium Starch Glycolate                    20 mg (4%)
      Microcrystalline Celulose Sodium      55, 60, dan 65 mg (11, 12, dan 13%)
      Saccharin                                             10 mg (2%)
      Mg Stearat                                           5 mg (1%)
      Talcum                                                 5 mg (1%)
Formula diatas dibuat dalam sembilan (9) formula dengan pembagian:
a.     F1, F4, F7 menggunakan Crospovidone 15 mg dan Microcrystalline Celulose Sodium 65 mg.
b.  F2, F5, F8 menggunakan Sodium Starch Glycolate 20 mg dan Microcrystalline Celulose Sodium 60 mg.
c.   F3, F6, F9 menggunakan campuran Crospovidone 15 mg + Sodium Starch Glycolate 10 mg dan Microcrystalline Celulose Sodium 55 mg.

Fungsi Bahan dalam Formula
Proses pembuatan tablet lepas cepat (Fast Dissolving Tablet) Tectona grandis Linn. membutuhkan beberapa bahan, diantaranya:
Bahan aktif = ekstrak akar Tectona grandis Linn. sebagai antidiabetes.
Bahan pengkompleks = beta-cyclodextrin.
Bahan pengisi dan pengikat (diluent dan binder) = microcrystalline celulose sodium.
Bahan penghancur  I (disintegrant) = crospovidone.
Bahan penghancur II (disintegrant) = sodium starch glycolate.
Bahan pelicin (lubrikan) = magnesium stearat.
Bahan pelincir (glidan) = talcum.
Bahan untuk memperbaiki rasa (corigen saporis) = saccharin.
(Kagalkar dkk, 2014: 7)

Alasan Penambahan Bahan pada Formula
a.    Bahan aktif (ekstrak akar Tectona grandis Linn.)
Ekstrak akar Tectona grandis Linn. dibuat dengan jalan mengekstraksi 250 gram serbuk akar Tectona grandis Linn. dengan metode ekstraksi cara panas yakni soxhletasi. Serbuk dimasukkan dalam tabung soxhlet kemudian ditambah dengan campuran air: alkohol (1:1) selama 24 jam (8 kali sirkulasi). Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan waterbath hingga didapatkan ekstrak kental. Hasil ekstrak kental dikeringkan dengan penambahan beta-cyclodextrin yang hingga didapatkan serbuk Tectona grandis Linn. (Kagalkar dkk, 2014: 7)
b.    Bahan pengkompleks (beta-cyclodextrin)
Cyclodextrin (CD) adalah kelompok oligosakarida siklik yang tersusun atas molekul permukaan yang bersifat hidrofilik dan molekul bagian dalam yang bersifat lipofilik. 
Cyclodextrin biasanya digunakan sebagai agen pengkompleks yang dapat meningkatkan kelarutan dari obat yang sukar larut sehingga meningkatkan bioavailabilitas dan stabilitasnya. Selain itu, cyclodextrin juga digunakan untuk mengurangi iritasi pada daerah gastrointestinal, mencegah interaksi obat-obat dan obat-eksipien, serta dapat mengubah obat dalam bentuk cair menjadi berbentuk kristal atau serbuk amorf. Oleh karena itu, penggunaan beta-cyclodextrin dalam formulasi tablet Tectona grandis Linn. bertujuan untuk membentuk kompleks yang larut air karena tablet harus larut dengan cepat di dalam mulut tanpa menggunakan air (larut dalam saliva) serta menjaga stabilitas ekstrak karena beta-cyclodextrin dapat menyerap air dari dalam ekstrak dan mencegah penyerapan air dari luar sehingga tablet yang dihasilkan tidak lembab (Rasheed dkk, 2008: 568).
c.    Bahan pengisi dan pengikat (diluent dan binder) = microcrystalline celulose sodium.
Microcrystalline celulose sodium merupakan derivat selulosa yang berupa biopolimer. Struktur selulosa secara alami tersusun atas mikrofibril yang berikatan dengan serat selulosa yang terdapat pada dinding sel tanaman (Kamel dkk, 2008: 760).
Selulosa terdiri atas homopolisakarida linier yang berasal dari rangkaian unit β-D-glukopiranosa. Setiap monomer β-D-glukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil sehingga mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang menghasilkan bentuk kristal (Siqueira dkk, 2010: 731).
Microcystalline Cellulose (MCC) dibuat dengan mencampurkan bubur selulosa dari serat (fiber) tanaman dengan asam mineral. Hal ini merupakan proses hidrolisis dengan asam sehingga bagian non kristal akan terhidrolisis dan membebaskan kristal selulosa. MCC ini digunakan secara luas sebagai bahan pengisi dan bahan pengikat, serta penghilang lemak dan stabilisator pada industri makanan (Terinte dkk, 2011: 118). Penggunaan MCC sebagai bahan pengisi dan pengikat tablet berkisar antara 20-90% dan digunakan pada pembuatan tablet baik secara granulasi basah dan cetak langsung (Rowe dkk, 2006: 132).
Alasan penggunaan MCC sebagai pengisi sekaligus pengikat tablet lepas cepat Tectona grandis Linn. adalah karena MCC memiliki sifat alir yang baik sehingga memudahkan serbuk mengalir dalam hopper dan menghasilkan bobot tablet yang seragam. Disamping itu pula, MCC dapat digunakan sebagai penstabil yang mencegah masuknya air dalam serbuk sehingga sangat baik digunakan sebagai pengisi tablet dengan metode pembuatan cetak langsung.
d.    Bahan penghancur I (disintegrant) = crospovidone
Crospovidone (CPVP) adalah sintetis homopolimer N-vinil-2-pirolidone yang tidak larut air. Bahan ini dikembangkan sebagai pembawa obat dan secara luas digunakan sebagai bahan penghancur yang baik (superdisintegrant) sehingga dapat digunakan pada jumlah kecil dalam formulasi tablet. CPVP memiliki kemampuan menstabilkan bentuk amorf dari bahan obat sehingga menghalangi terbentuknya kristal obat (Mohamed dkk, 2012: 14).
CPVP digunakan sebagai superdisintegrant pada tablet lepas cepat Tectona grandis Linn. karena tablet ini diinginkan untuk cepat melarut dalam saliva di mulut (dalam hitungan detik). Mekanisme CPVP yakni berikatan dengan saliva di mulut sehingga meningkatkan volume tablet akibat masuknya saliva dalam tablet, serta terjadinya kenaikan tekanan hidrostastik yang menyebabkan tablet hancur di dalam mulut.. Tidak seperti superdisintegrant lain yang memiliki mekanisme pengembangan (swelling) saja, CPVP bekerja dengan pengembangan (swelling) dan penetrasi (wicking). Hal ini disebabkan bentuk granular dan sangat porous dari partikel CPVP. Bentuk partikel yang porous akan memfasilitasi terjadinya penetrasi air (saliva) ke dalam tablet sehingga terjadi disintergrasi dalam waktu singkat. Sedangkan bentuk granular akan menyebabkan tablet mengembang dan hancur dengan cepat (Bala dkk, 2012: 11).
e.    Bahan penghancur II (disintegrant)  = sodium starch glycolate
Sodium Starch Glycolate (SSG) adalah starch termodifikasi berupa polimer carboxymethyl yang diesterifikasi dengan penambahan sodium trimetafosfat atau fosfor oksiklorida menjadi Sodium Starch Glycolate (SSG). SSG termasuk dalam kelompok superdisintegran yang sesuai sebagai penghancur pada formulasi tablet lepas cepat Tectona grandis Linn. Adanya gugus karboksil yang bersifat hidrofil dapat memecah ikatan hidrogen ketika kontak dengan air (saliva). Dengan demikian, air dapat masuk ke dalam struktur polimer, menyebabkan tablet mengembang dan akhirnya pecah (Kumal dan Nirmala, 2009:6).


SSG mengabsorpsi air dengan cepat, menyebabkan terjadinya swelling sehingga tablet Tectona grandis Linn. hancur dan terlarut dalam saliva di mulut. Konsentrasi yang direkomendasikan adalah 1,0- 4,0%, tetapi banyak digunakan konsentrasi 6,0%. Pada konsentrasi tinggi dapat membentuk gel sehingga menurunkan kemampuan disintegrasi tablet (Bala dkk, 2011: 11).
f.    Bahan pelicin (magnesium stearat)
Magnesium stearat merupakan derivat asam stearat yang berikatan dengan logam magnesium sehingga membentuk garam. Magnesium stearat memiliki titik leleh 140oC sehingga stabil saat digunakan sebagai lubrikan tablet. Magnesium stearat bekerja dengan mencegah terjadinya gesekan (friksi) antara die (lubang kempa) dengan punch atas maupun punch bawah sehingga dapat dihasilkan bobot tablet yang seragam (Li dan Wu, 2014: 27).
Penggunaan magnesium stearat sebagai lubrikan biasanya berkisar antara 0,5-1% karena pada penggunaan diatas 1% dapat mempengaruhi waktu hancurnya tablet. Hal ini disebabkan sifatnya yang hidrofobik sehingga menyebabkan bagian luar tablet dikelilingi lapisan (film) hidrofobik sehingga air sulit menembus tablet yang berdampak pada peningkatan waktu hancur dan penurunan kecepatan disolusi tablet. (Uzunović dan Vranić, 2007: 280)
g.    Bahan pelincir (talcum)
Talcum digunakan pada industri farmasi yang secara alami terbentuk dari hidrasi magnesium silikat dengan rumus kimia Mg3Si4O10(OH)2. Berdasarkan rumus kimia ini maka talcum bersifat hidrofobik sehingga dapat digunakan sebagai bahan pelincir dalam pencetakan tablet. (Ajala dan Odeku, 2012: 78)
Penggunaan magnesium stearat selalu dikombinasi dengan talcum karena keduanya merupakan bahan yang bekerja sinergis. Talcum bekerja sebagai glidan yang meningkatkan aliran serbuk dari hopper menuju die dan sekaligus sebagai anti adheren yang mencegah terjadinya perlekatan antar partikel serbuk dalam hopper
h.    Bahan untuk memperbaiki rasa (corigen saporis) = saccharin
Saccharin digunakan sebagai corigen saporis karena kadar kemanisannya yang tinggi sehingga dapat menutupi rasa tidak enak dari ekstrak Tectona grandis Linn. Saccharin biasanya berada dalam bentuk garamnya yakni Natrium Saccharin dengan rumus kimia C7H4NNaO3S · 2H2O dan hanya digunakan sebagai pemanis dalam tablet lepas cepat (Fast Dissolving TabletTectona grandis Linn. (Khan, 2012).

Metode Pembuatan Sediaan
Metode pembuatan tablet lepas cepat (Fast Dissolving TabletTectona grandis Linn. adalah metode cetak langsung (direct compression). Alasan pemilihan metode ini adalah untuk menghindari kontak dengan air dan pemanasan, mengingat bahwa ekstrak Tectona grandis Linn. sudah dipersiapkan dalam bentuk serbuk kering. Jika digunakan metode granulasi basah, akan menyebabkan tablet menjadi lembab karena potensi ekstrak yang dapat berikatan kuat dengan air sehingga tidak memenuhi persyaratan dari tablet. Sedangkan jika digunakan granulasi kering kemungkinan menyebabkan ekstrak menurun kualitasnya karena pemberian tekanan yang berulang-ulang pada proses slugging dan pengempaan tablet. Oleh karena itu, dipilih metode cetak langsung yang meminimalkan resiko rusaknya ekstrak dalam tablet lepas cepat. Pada pembuatan tablet lepas cepat Tectona grandis Linn. digunakan bahan-bahan pembantu yang sesuai untuk metode cetak langsung, seperti bahan pengisi MCC yang memiliki karakteristik sifat alir yang baik sehingga meningkatkan aliran serbuk dalam hopper, bahan penghancur CPVP dan SSG yang merupakan superdisintegrant sehingga mempermudah tablet hancur di dalam mulut, serta kombinasi magnesium stearat dan talcum yang bekerja sinergis dengan MCC di mana magnesium stearat mencegah terjadinya gesekan antara die dengan punch atas dan punch bawah sedangkan talcum mencegah terjadinya perlekatan antar partikel serbuk (anti adheren) serta meningkatkan aliran serbuk dari hopper menuju die sehingga dapat dihasilkan bobot tablet yang seragam. 

Evaluasi Sediaan
Evaluasi sediaan tablet lepas cepat (Fast Dissolving TabletTectona grandis Linn. terdiri atas:
a.    Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang sepuluh (10) tablet secara seksama dari masing-masing formula (F1-F9) kemudian dihitung rata-rata bobot per tabletnya. Tiap tablet juga ditimbang, lalu dibandingkan dengan bobot rata-rata per tabletnya. Tablet dikatakan memenuhi keseragaman bobot jika CV (Coeficient Variation) tidak lebih dari 5%. (Kagalkar dkk, 2014: 10)
Hasil pengujian keseragaman bobot tablet lepas cepat (Fast Dissolving TabletTectona grandis Linn. pada masing-masing formula tidak lebih dari 5% sehingga memenuhi persyaratan uji keseragaman bobot. 
b.    Kekerasan
Tablet dipilih secara acak pada tiap formula untuk diuji kekerasannya dengan alat Monsanto Hardness Tester. Persyaratan kekerasan tablet konvensional adalah 4-10 kg, namun untuk tablet lepas cepat memiliki kekerasan setengah dari tablet konvensional, yakni 2-5 kg (Kagalkar dkk, 2014: 10). Hasil pengujian kekerasan tablet memenuhi persyaratan karena berada pada kisaran 2-5 kg.
c.    Kerapuhan
Tablet dari tiap formula diambil secara acak kemudian dimasukkan dalam Roche Friabilator tester. Sediaan diputar selama 100 kali putaran. Hasil pengujian ditimbang lalu dibandingkan dengan bobot tablet sebelum diuji kerapuhannya. Persyaratan uji kerapuhan adalah tidak lebih dari 1% (Kagalkar dkk, 2014: 10).
Hasil pengujian tablet menunjukkan kerapuhan yang kurang dari 1% sehingga tablet lepas cepat (Fast Dissolving TabletTectona grandis Linn. memenuhi uji kerapuhan. 
d.    Waktu hancur
Pengujian waktu hancur (disintegration time) dilakukan sesuai prosedur USP yang dilakukan dalam media air bersuhu 37oC. Sediaan tablet lepas cepat (Fast Dissolving TabletTectona grandis Linn. harus cepat melarut dalam cairan tubuh hanya dalam hitungan detik. Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengujian didapatkan hasil bahwa F1 memiliki waktu hancur yang baik yakni hanya 17 detik (Kagalkar dkk, 2014: 10).
e.    Waktu pembasahan (wetting time)
Prosedur pengujian dilakukan dengan meletakkan selembar kertas tissu (12cmx10,75cm) di dalam cawan petri yang berisi 10 ml eosin (pewarna merah) dalam air. Tablet diletakkan di permukaan kertas tissu dan dibiarkan hingga basah seluruhnya. Semakin cepat waktu yang diperlukan untuk tablet terbasahi seluruhnya berarti semakin baik kelarutan tabletnya yang mana F1 memiliki waktu pembasah paling singkat yakni 42 detik (Kagalkar dkk, 2014: 11).
f.    Keseragaman kandungan
Kandungan ekstrak Tectona grandis Linn. pada tiap formula dianalisis dengan metode Spektrofotometri UV. Tiap formula diambil 6 tablet kemudian dihaluskan dan ditimbang 500 mg, dilarutkan dengan aquadest hingga 250 ml dalam labu takar. Hasil tersebut disaring lalu dibaca absorbansinya dengan Spektrofotometer UV (Kagalkar dkk, 2014: 10). Hasil uji keseragaman kandungan memenuhi persyaratan yakni berkisar antara 98,0-102,0%.
g.    Disolusi
Uji disolusi menggunakan metode USP tipe II, yakni tipe dayung dengan media dapat fosfat pH 7,2. di mana masing-masing aliquot yang setara dengan 5 ml medium disolusi dimasukkan untuk menggantikan cairan disolusi yang dibaca pada Spektrofotometer UV.
Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa F1 memiliki kadar ekstrak yang paling tinggi, yakni 97,49% sehingga memiliki bioavailabilitas yang baik dalam plasma.
h.    Uji aktivitas antidiabetes
Uji aktivitas antidiabetes dilakukan pada formula 1 (F1) karena memiliki waktu disintegrasi yang paling singkat (17 detik) dan kadar obat yang paling besar pada uji disolusi (97,49%). Tujuan pengujian aktivitas antidiabetes ini adalah untuk membandingkan hasil uji disolusi secara in vitro dengan hasil uji aktivitas secara in vivo.
Pengujian secara in vivo ini menggunakan tikus Albino dengan berat anatara 170-200 gram. Induksi diabetes dilakukan dengan pemberian aloksan dosis 120mg/kgBB tikus secara intraperitoneal. Setelah diinduksi 3 hari, tikus dengan kadar gula diatas 250 mg/dl dinyatakan menderita diabetes melitus dan siap untuk diuji. Tikus dibagi dalam 4 kelompok @ 6 ekor tikus dengan pembagian sebagai berikut:
1)   Kelompok I = kelompok normal tanpa induksi.
2)   Kelompok II = kelompok induksi yang diberi 1 ml aquadest.
3)   Kelompok III = kelompok induksi yang diberi tablet Bauhinia variegate Linn
4)   Kelompok IV = kelompok induksi yang diberi tablet Tectona grandis Linn

Masing-masing kelompok diberi perlakuan selama 3 hari. Pada hari ke 3, dipuasakan selama 1 hari kemudian keesokan harinya diambil darah dari vena ekor tikus dengan interval waktu 5 menit, 10 menit, 15 menit, 30 menit, 45 menit, dan 60 menit. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan alat glukometer.  
Hasil pengujian menunjukkan bahwa kelompok IV yang diberi tablet Tectona grandis Linn. menunjukkan perbedaan signifikan dengan kelompok II (kontrol negatif) yang artinya bahwa tablet Tectona grandis Linn. mampu menurunkan kadar glukosa darah sehingga menunjukkan korelasi dengan pengujian secara in vitro. 

Kesimpulan
Pada jurnal Kagalkar dkk (2014) didapatkan hasil bahwa formula 1 (F1) dari 9 formula yang dibuat memenuhi seluruh parameter evaluasi yang dipersyaratkan. Hasil evaluasi (F1) memiliki waktu disintegrasi yang paling singkat (17 detik) dan kadar obat yang paling besar pada uji disolusi (97,49%) dibandingkan dengan formula lain sehingga paling sesuai digunakan dalam pembuatan tablet lepas cepat (Fast Dissolving TabletTectona grandis Linn. karena tablet ini harus cepat melarut dalam saliva di mulut dan memiliki bioavailabilitas yang tinggi dalam plasma.