Searching...
Thursday, October 29, 2015
4:46 PM 0

Mengenal tanaman Farsetia aegyptia

Farsetia aegyptia adalah tanaman obat dengan famili cruciferae, digunakan oleh suku Badui asli sebagai antidiabetes, antispasmodik untuk mengatasi rasa sakit rematik memberikan sensasi dingin setelah penggunaan. Famili cruciferae adalah salah satu family terbesar di kerajaan tanaman yang kaya akan tanaman obat. Famili ini mencakup 338 genus dan 3350 spesies yang tersebar di seluruh dunia. Misalnya di Mesir, di mana family ini memiliki 53 genus dan 107 spesies. Tanaman dari famili ini digunakan sebagai antidiabetes, antibakteri, antijamur, efek antikanker, antirematik, dan mempunyai kemampuan insektisida.

Banyak tanaman hasil persilangan menghasilkan sumber makanan dan bumbu masakan seperti kol, lobak, sejenis lobak dari cina, dan mustard. Semuanya mengandung glikosida flavonol dan glukosinolat. Hidrolisis lebih lanjut menghasilkan karakteristik aroma baru yang dapat digunakan dalam bidang kuliner. Beberapa senyawa flavonoid seperti kaempferol trioksida, kaempferol-3-O-(2-β-D-glucopiranosil)-α-L-rhamnopiranosida – 7 – O – α – L - rhamnopiranosida, kaempferol – 3,7 – di – O – α - L-rhamnopiranosida, kaempferol, isorhamnetin – 3 – O – β – L – arabinopiranosida – 7 – O - (2 – β – D – glucopiranosil) – α – L - rhamnopiranosida, isorhamnetin – 3 – O – α – L –rhamnopiranosil – 7 – O – β – D - glucopiranosida, isorhamnetin, apigenin – 7 – O – β – D - glucopiranoside dan apigenin diisolasi dari ekstrak metanol Farsetia aegyptia (Marzouk, dkk, 2009) dan tiga flavonol di – O - glikosida senyawa diidentifikasi dari ekstrak butanol dari Farsetia aegyptia menggunakan (LC / UV-DAD) (Shahat, 2005).

Deskripsi Farsetia aegyptia adalah tumbuhan besar, tinggi 20-40 cm, berdaun lebar (panjang 0,5-1m), berseling, majemuk menyirip 10-15 pasang berseling, panjang 5-20 cm. Bunga-bunga kecil dan berwarna kuning kehijauan dengan aroma khas aromatik seperti bawang putih. Terdapat 5 buah berkatup berbentuk kapsul, panjang 6 cm yang terbuka untuk melepaskan bijinya yang digambarkan oleh tumbuhan seperti tackholm dan bolus. Habitatnya di padang gurun dengan waktu berbunga bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei. 

Proses ekstraksi. Bagian tanaman Farsetia aegyptia yang digunakan diperoleh dari Sinai Selatan selama musim panas ditahun 2009. Tanaman yang didapat telah diidentifikasi oleh Prof Ahmed Morsy, profesor dari Departemen Botani, Pusat Penelitian di Mesir. Sampel tanaman disimpan dalam Herbarium di Pusat Peneltian (No drcc/844). Untuk mendapatkan serbuk yang baik tanaman dikeringkan, diserbukkan dan disimpan pada wadah yang tertutup rapat yang disiapkan untuk penelitian fitokimia dan biologi.
Serbuk kering dari tanaman sebanyak 1 kg diekstraksi dengan cara perkolasi dalam etanol 70%. Ekstraksi diulang empat kali. Ekstrak etanol yang didapat dijadikan satu dan uapkan pada tekanan rendah dengan suhu tidak melebihi 40°C sampai kental. Hasil penguapan berupa ekstrak kental yang kemudian dilarutkan dalam aqua destilata dan dipartisi dengan petroleum eter, kloroform, etil asetat dan n-butanol dengan corong pisah. Tiap hasil partisi (fraksi petroleum eter, etil asetat, dan n-butanol) dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat, disaring dan diuapkan sampai kental.
Proses fraksinasiFraksi etil asetat (3,5 g) dipisahkan dengan Flash Liquid Chromatography (FLC) dan dielusi dengan campuran kloroform dan etil asetat. Sampel (sebanyak 200 ml) dikumpulkan kemudian ditotolkan pada silica gel untuk proses identifikasi dengan metode KLT (Kromatografi Lapis Tipis) menggunakan elusi etil asetat: methanol (9:1). Dari hasil ini didapatkan tiga hasil fraksinasi (A, B, C) yang mengandung turunan terpenoid dan flavonoid. 

Sampel A diperoleh dari 100% fraksi kloroform kemudian dipisahkan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi  (FLC/KCKT) dan dielusi dengan campuran n-heksana dan etil asetat dengan peningkatan polaritas. Sampel  (sebanyak 200 ml) dianalisa dengan metode KLT menggunakan elusi etil asetat: methanol (9:1). Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa mengandung terpen dan komponen fenolik alam yang dibandingkan titik leleh, UV dan 1H-NMR dengan senyawa referensi. 
Sampel B (1,0 g) dipisahkan dengan KLT menggunakan sistem campuran pelarut. Setelah dianalisis dengan spektrofotometer UV, terdapat dua pita besar. Hasil ini kemudian dielusi dengan metanol: air (9:1). Pemurnian lebih lanjut oleh Sephadex LH-20 menggunakan fase gerak sistem air metanol. Dua senyawa murni teridentifikasi berdasarkan hasil fluoresensi tunggal yang berwarna kuning. Kedua senyawa tersebut direkristalisasi dengan metanol untuk mendapatkan senyawa F1 dan F2 yang kemudian dibandingkan dengan titik leleh, UV dan 1H-NMR dengan referensi (senyawa baku). 
Sampel C (1,9 g) dimurnikan dengan Sephadex LH-20 dengan fase gerak metanol atau air. Fraksi yang diperoleh dianalisis dengan KLT yang menghasilkan noda tunggal yang menunjukkan satu komponen senyawa setelah proses rekristalisasi dengan metanol (F3). Analisis Kromatografi Dua Dimensi dengan elusi BAA (4:1:5) dan AcOH (15%) menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Penjelasan struktural senyawa F3 didukung dengan metode fisik seperti UV, 1H-13C-NMR & dan HRESI-MS.
Sampel F3
§  Berupa kristal cokelat kekuningan (40 mg)
§  Rf : 0.56 and 0.67 in BAA (4:1:5 v/v) & 15% v/v AcOH
§  UV λ max MeOH: 271, 356 nm, +NaOMe: 271, 396 nm, +NaOAc: 273, 342, 408, +NaOAc/ H3BO3: 273, 379, +AlCl3: 276, 353 nm, +AlCl3/HCl: 276, 359 nm .
§  1H-NMR (DMSOd6, 600.17 MHz): δ 7.93 (2H, d, J=8 Hz, H-2′, H-6′), δ 6.88 (2H, d, J=8 Hz, H-3′, 5′), δ 6.45 (1H, s, H-6), δ 5.43 (1H, d, J= 7.3 Hz, H-1ʺ glucose), δ 4.58 (1H, d, J= 9.6 Hz, H-1ʺ glucose), δ 3.0-4.0 (m, sugar protons).
§  13C-NMR (DMSOd6, 150.91 MHz): δ 179.7 (C-4), 163.9 (C-7), 160.7 (C-5), 157.9 (C-4′), 156.7 (C-2), 156.2 (C-9), 132.08 (C-3), 128.3 (C-2′, 6′), 121.43 (C-1′), 115.76 (C-3′, 5′), 108.2 (C-10), 104.8 (C-8), 100.9(C-1ʺ), 100.2 (C-6), 81.97 (C-5ʺ), 81.37 (C-5ʺ), 79.36 (C-3ʺ), 77.96 (C-3ʺ), 73.5 (C-1ʺ), 71.3 (C-4ʺ), 70.90 (C-4ʺ), 70.14 (C-2ʺ), 70.06 (C-2ʺ), 61.26 (C-6ʺ), 60.17 (C-6ʺ).
§  HRESI-MS (model negatif) m/z: 609.07, 519, 489 and 327.




Fraksi etil asetat dari Farsetia aegyptia mengandung tiga komponen triterpen: betulin, friedelin, beta-amyrin, dan dua komponen fenolik: scopoletin, dan kumarin. Selain itu juga ada tambahan tiga komponen flavonoid: kuersetin (F1), kaempferol (F2), dan komponen baru (F3) kaempferol-8-C-7-O-beta-diglukopiranosida.
Spektra UV dari komponen F3 dalam MeOH menunjukkan dua pita absorbansi pada panjang gelombang 356 nm untuk pita I dan panjang gelombang 271 untuk pita II yang mengindikasikan senyawa flavonol dengan 3-OH bebas. Pita selanjutnya menegaskan adanya gugus OH bebas pada posisi 4’,5 dan substitusi pada posisi C7 yang menunjukkan adanya model ortodihidroksi pada cincin B.
Lebih lanjut, pada spektrum 1H-NMR untuk komponen F3 menunjukkan adanya signal kaempferol  yang muncul pada δ 7,93 dan δ 6,88 sebagai doublet dengan kopling konstan (J= 8 Hz) dengan penafsiran adanya H-21 & H-61 dan H-31& H-51. Spektrum ini juga menunjukkan geseran kimia pada δ 6,45 untuk H-6 yang sesuai dengan literatur yakni kaempferol-7-O-beta-D-glukopiranosida dan 7-O-glikosilasi flavonoid.  Proton anomerik  dari O-glukosil dan  campuran C-glikosil  muncul doublet pada spektrum 1H-NMR δ 5,43 (J=7,3 Hz) dan δ 4,58 (J=9,8 Hz) dan pada 13C-NMR  pada δ 100,9 dan δ 73,5 menunjukkan adanya dua unit glukosa dengan beta-konfigurasi. Sinyal proton dari gula lain ditemukan pada δ 3,0-4,0 multiplet. Lebih lanjut, pergeseran rendah C-8 pada δ 104,7 mengindikasikan adanya ikatan C-glikosida pada C-8 yang dipertegas dengan HRESI/MS spektrum. Spektrum HRESI/MS komponen F3 menunjukkan puncak  m/z 609,07 [M-H]-. Dan lagi, MS/MS spektrum menunjukkan fragment m/z 519 [(M-H)-90]- dan m/z 489,0 [(M-H)-120]- yang identik dengan ion flavonol C-glikosida. Munculnya puncak pada m/z 327 [(M-H)-162-120]- menghambat model fragmentasi dari flavonol O-glukosil-C-glukosida.
Data-data ini menegaskan bahwa senyawa F3 adalah kaempferol-8-C-7-O-beta-diglukopiranosida. Dengan demikian, penelitian ini menghasilkan senyawa flavonoid jenis baru di alam.
Aktivitas sitostatika. Aktivitas sitostatika dari ekstrak Farsetia aegyptia diuji secara in vitro melawan A549, HCT116, HepG2 and MCF7. Persentase penghambatan dibandingkan dengan kontrol positif (Doxorubisin). Ekstrak dengan konsentrasi 50 dan 25 mikrogram/ml memiliki kemampuan sitostatika melawan A549, sedangkan pada konsentrasi 100 mikrogram/ml memiliki kemampuan melawan HepG2 jika dibandingkan dengan Doxorubisin. Komponen hasil isolasi yakni triterpene betulin and friedelin juga berefek sitostatika terhadap A549. Triterpenoid bekerja dengan menghambat secara selektif enzim pembentuk DNA topoisomerases yang berguna untuk replikasi, transkripsi, rekombinan, dan pembelahan kromosom pada saat mitosis sel kanker. Efek antikanker betulin terhadap kultur primer tumor dengan menghambat proliferasi dari sel tumor, menurunkan motilitas dan menyebabkan kematian sel tumor. Sedangkan hasil isolasi lain seperti β-amyrin menghambat pertumbuhan jaringan sel kanker A549 and HL-60. Akan tetapi, dari semua hasil isolasi eksrtak dari tanaman Farsetia aegyptia yang paling berperan sebagai antikanker adalah komponen kaempferol-8-C-β-glucopiranosida-7-O-β-glucopiranosida yang memiliki kemampuan sitostatika melawan HCT116, HepG2, Hela, HFB4, dan MCF7. Hasil ini didukung dengan pernyataan dari literatur bahwa kaempferol glikosida menunjukkan aktivitas sitostatika yang kuat melawan jaringan kanker sel paru.
Keterangan
Setiap hasil diperoleh dari tiga kali replikasi yang dibandingkan dengan kontrol positif Doxorubisin
Aktivitas : 75% (tinggi); 75-50% (baik); 50-25% (normal); 25% (rendah)
*berbeda signifikan dengan kontrol positif Doxorubisin dengan nilai P>0,05 pada t tabel

Keterangan
Setiap hasil diperoleh dari tiga kali replikasi yang dibandingkan dengan kontrol positif Doxorubisin
Aktivitas : 75% (tinggi); 75-50% (baik); 50-25% (normal); 25% (rendah)
*berbeda signifikan dengan kontrol positif Doxorubisin dengan nilai P>0,05 pada t tabel
Keterangan
Setiap hasil diperoleh dari tiga kali replikasi yang dibandingkan dengan kontrol positif Doxorubisin
Aktivitas : 75% (tinggi); 75-50% (baik); 50-25% (normal); 25% (rendah)
*berbeda signifikan dengan kontrol positif Doxorubisin dengan nilai P>0,05 pada t tabel

Kesimpulan. Ekstrak dari Farsetia aegyptia memiliki aktivitas sitostatika melawan sel kanker A549, HCT116, HepG2 and MCF7. Ekstrak ini kemudian diisolasi menghasilkan senyawa betulin, friedelin, beta-amyrin, kumarin, dan kaempferol-8-C-β-glucopiranosida-7-O-β-glucopiranosida dengan metode fraksinasi menggunakan etil asetat. Senyawa hasil isolasi yakni kaempferol-8-C-β-glucopiranosida-7-O-β-glucopiranosida memiliki aktivitas sitostatika yang kuat melawan jaringan kanker terhadap berbagai macam jenis sel kanker secara in vitro.
Flavonoid dan triterpen adalah komponen yang sekarang banyak digunakan untuk pengobatan penyakit kanker. Dengan ditemukannya senyawa flavonoid kaempferol-8-C-β-glucopiranosida-7-O-β-glucopiranosida diharapkan dapat dikembangkan sebagai antikanker baru yang dapat membunuh sel kanker tanpa mematikan sel normal, juga sebagai alternatif pengobatan selain kemoterapi yang sudah banyak resiten saat ini. 

Daftar Pustaka
Sharkawy, dkk. 2013. Cytotoxity of new flavonoid compound isolated from Farsetia aegyptia. International Journal of Pharmaceutical Science Invention ISSN (Online): 2319 – 6718, ISSN (Print): 2319 – 670X Volume 2 Issue 1: 23-27. Egypt.

Temidayo, Abe Rita. 2013. Extraction and Isolation of Flavonoids Present in the Methanolic Extract of Leaves of Acanthospermum Hispidium Dc. Global Journal of Medicinal Plant Research ISSN 2074-0883 Volume 1(1): 111-123. Nigeria. 

Markham, K R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Divisi Kimia Departemen Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Industri. Petone, Selandia Baru.




















0 comments:

Post a Comment